“Bagaimana cewek ini, cantik tidak?”
“Siapa tuh?”
“Udah jawab aja, cantik apa nggak?”
Lagi-lagi gadis dengan wajah-wajah itu. Muka bulat sempurna
dengan kacamata frame penuh, kulit
sawo matang, bibir tipis dan hidung yang tak bisa disebut mancung. Selalu
seperti itu. Tak sadarkah ia bahwa pertanyaan dan gerak-geriknya ketika menunjukkan
foto seorang gadis itu terlalu retorika dihadapanku?
“Hei, bagaimana?”
“Ca..cantik kok!”
“Sudah kuduga. Memang dia cantik.”
“Eh, enggak cantik ding.”
“Ah kamu iri aja. Kalo kata kakak perempuanku cewek cantik emang
banyak yang iri. Bagaimana juga aku kadung
naksir dia”
Sore ini, kafe ini. Aku kembali merasakan apa yang disebut
iri pada gadis wajah-wajah itu. Bukan karena menurutku ia cantik, namun karena
kamu yang menyebut ia cantik. Cukup kamu.
0 komentar:
Posting Komentar